Sabtu, 17 November 2012

MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR

MENYIAPKAN TEMPAT TIDUR
Jenis persiapan tempat tidur
1.    Unoccupied bed (tempat tidur yang belum ada klien diatasnya):

Closed bad (tempat tidur tertutup)
Open bed (tempat tidur terbuka)
Aether bed (tempat tidur pasca operasi)

2.    Occupied bed (mengganti tempat tidur dengan klien diatasnya)

Prinsip perawatan tempat tidur
1.    Tempat tidur klien harus tetap bersih dan rapi
2.    Linen diganti sesuai kebutuhan dan sewaktu-waktu, jika kotot
3.    Pengguanaan linen bersih harus sesuai kebutuhan dan tidak boros

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan tempat tidur
1.    Hindari kontaminasi pada linen bersih
2.    Ketika akan mengganti linen pada tempat tidur klien, bawa linen sesuai kebutuhan. Jangan membawa linen berlebihan untuk menghindari terjadinya kontaminasi kuman/mikroorganisme dan infeksi nosokomial dari satu klien ke klien lainnya.
3.    Pada saat memasang linen bersih, bentangkan linen diatas tempat tidur, jangan dikibaskan.
4.    Jangan menempatkan linen kotor pada tempat tidur klien, meja, atau peralatan klien lainnya.
5.    Saat memasang linen/alat tenun pada tempat tidur klien, gunakan cara yang efektif dan gunakan pada satu sisi dulu setelah selesai baru pindah ke sisi lain.
6.    Tempatkan linen/alat tenun yang kotor pada tempat yang tertutup (ember yang ada tutupnya). Bawa dengan hati-hati, jangan menyentuh pakaian perawat dan cuci tangan setelahnya.
7.    Perawat harus tetap memperhatikan keadaan umum klien selama melaksanakan tindakan.

UNOCCUPIED BED
Tempat tidur tertutup (closed bed)
Pengertian
Merupakan tempat tidur yang sudah disiapkan dan masih tertutup dengan sprei penutup (over laken) diatasnya.

Tujuan
a.    Agar siap pakai sewaktu-waktu
b.    Agar tampak selalu rapi
c.    Memberikan perasaan senang dan nyaman pada klien.

Persiapan alat
1.    Tempat tidur, kasur, dan bantal
2.    Alat tenun disusun menurut pemakaiannya:
a.    Alas kasur
b.    Laken/sprei besar
c.    Perlak
d.   Stik laken / sprei melintang
e.    Boven laken
f.     Selimut dilapat terbalik (bagian dalam selimut dilipat diluar)
g.    Sarung bantal
h.    Over laken/sprei penutup

Prosedur pelaksanaan
1.        Cuci tangan
2.        Letakkan alat tenun yang telah disusun sesuai pemakaian didekat tempat tidur
3.        Pasang alas kasur dan kasur
4.        Pasang sprei besar/laken dengan ketentuan berikut:
a.    Garis tengah lipatan diletakkan tepat ditengah kasur
b.    Bentangkan sprei, masukkan sprei bagian kepala kebawah kasur ± 30 cm; demikian juga pada kaki, tarik setegang mungkin
c.    Pada ujung setiap sisi kasur bentuk sisi 90, lalu masukkan seluruh tepi sprei kebawah kasur dengan rapid an tegang
5.        Letakkan perlak melintang pada kasur ± 50 cm dari bagian kepala
6.        Letakkan stik laken diatas sprei melintang, kemudian masukkan sisi-sisinya kebawah kasur bersama dengan perlak
7.        Pasang boven pada kasur daerah bagian kaki, pada bagian atas yang terbalik masukkan kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi bagian bawah (kaki) dibentuk 90 dan masukkan kebawah kasur.tarik sisi atas sampai terbentang.
8.        Pasang selimut  pada kasur bagian kaki, pada bagian atas yang terbalik dimasukkan kebawah kasur ± 10 cm kemudian ujung sisi-sisinya dibentuk 90 dan masukkan kebawah kasur. Tarik sisi atas sampai terbentang
9.        Lipat ujung atas boven sampai tampak garis/pitanya
10.    Masukkan bantal kedalam sarungnya dan letakkan diatas tempat tidur dengan bagian yang terbuka dibagian bawah
11.    Pasang sprei penutup (over laken)
12.    Cuci tangan

Tempat tidur terbuka (open bed)
Pengertian
Merupakan tempat tidur yang sudah disiapkan tanpa sprei penutup (over laken)

Tujuan
Dapat segera digunakan

Dilakukan
ü Jika ada klien baru
ü Pada tempat tidur klien yang dapat/boleh turun dari tempat tidur

Persiapan alat
Sama dengan pemasangan alat tenun pada tempat tidur tertutup, hanya tidak memakai over laken/sprei penutup

Prosedur pelaksanaan
Seperti menyiapkan tempat tidur tertutup, tetapi tidak dipasang over laken. Jika telah tersediatempat tidur tertutup, angkat over laken kemudian lipat.

Tempat tidur klien pasca operasi (Aether bed)
Pengertian
Merupakan tempat tidur yang disiapkan untuk klien pascaoperasi yang mendapat narkose (obat bius)

Tujuan
a.    Menghangatkan klien
b.    Mencegah penyakit/komplikasi pascaoperasi

Persiapan alat
1.    Tambahkan satu selimut tebal pada alat tenun untuk tempat tidur terbuka.
2.    Dua buah buli-buli panas/WWZ (warm water zack), dengan suhu air 40C-43C
3.    Perlak dan handuk dalam satu gulungan dengan handuk dibagian dalam
4.    Thermometer air (jika ada)

Prosedur pelaksanaan
1.    Cuci tangan
2.    Pada tempat tidur terbuka, angkat bantal dan bentangkan gulungan perlak dan handuk pada bagian kepala
3.    Pasang selimut tambahan hingga menutup seluruh permukaan tempat tidur
4.    Letakkan buli-buli panas pada sprei dan selimut pada bagian kaki, arahkan mulut buli-buli ke pinggir tempat tidur
5.    Angkat buli-buli panas sebelum klien dibaringkan, setelah kembali dari kamar bedah
6.    Lipat pinggir selimut tambahan bersama-sama selimut dari atas tempat tidur pada salah satu sisi tempat masuknya klien, sampai batas pinggir kasur, lalu lipat sampai sisi yang lain.
7.    Cuci tangan

OCCUPIED BED
Mengganti Alat Tenun dengan Klien di Atasnya
Pengertian
Mangganti alat tenun kotor pada tempat tidur klien tanpa memindahkan klien

Tujuan
a.    Memberian perasaan senang pada klien
b.    Mencegah terjadinya dekubitus
c.    Memberikan kebersihan dan kerapian

Dilakukan pada
Tempat tidur klien yang tirah baring total (sakit keras atau tidak sadar/koma)

Prosedur
Sama dengan cara mengganti dan memasang alat tenun pada tempat tidur, tetapi dilakukan sebagian-sebagian dari tempat tidur tersebut

Persiapan alat
a.    Alat tenun bersih disusun menurut pemakaiannya
b.    Kuris/bangku
c.    Tempat kain kotor yang tertutup
d.   Dua ember kecil berisi larutan desinfektan (lisol 1%) dan air bersih
e.    Lap kerja 3 buah

Persiapan klien
Klien diberi tahu jika memungkinkan (klien sadar)

Prosedur pelaksanaan
1.        Cuci tangan
2.        Bawa alat yang telah disiapkan ke dekat klien
3.        Bersihkan rangka tempat tidur
4.        Letakkan bantal dan selimut klien yang tidak perlu di kursi (jika keadaan klien memungkinkan/tidak mengganggu klien)
5.        Miringkan klien ke satu sisi (jika perlu, ganjal dengan bantal/ guling supaya tidak jatuh)
6.        Lepaskan alat tenun pada bagian yang kosong, dari bawah kasur lalu gulung satu per satu sampai dengan di bawah punggung klien.
a.    Gulng stik laken ke tengah tempat tidur sejauh mungkin
b.    Bersihkan perlak dengan larutan desinfektan dan keringkan lalu gulung ke tengah tempat tidur sejauh mungkin
c.    Gulung laken/sprei besar ke tengah tempat tidur sejauh mungkin
7.        Bersihkan alas tempat tidur dan kasur dengan lap lembab larutan desinfektan, lalu lap dengan lap kering
8.        Bentangkan sprei besar bersih dan gulung setengah bagian, letakkan gulungannya di bawah punggung klien, ratakan setengah bagian lagi kemudian pasangkan di bawah kasur
9.        Gulung perlak dan ratakan kembali
10.    Bentangkan stik laken bersih di atas perlak, gulung setengah bagian, dan letakkan di bawah punggung klien, ratakan setengah bagian lagi di atas perlak, lalu masukkan ke bawah kasur bersama dengan perlak
11.    Setelah selelsai dan rapi pada satu bagian, miringkan klien kea rah berlawanan yang tadi telah di bersihkan (ganjal dengan bantal jika perlu agar klien tidak terjatuh)
12.    Lepaskan alat tenun yang kotor dari bawah kasur
13.    Angkat stik laken dan masukkan pada tempat kain kotor
14.    Bersihkan perlak seperti tadi kemudian gulung ke tengah
15.    Lepaskan laken kotor dan masukkan ke tempat kain kotor
16.    Bersihkan alat tempat tidur dan kasur seperti tadi
17.    Buka gulunggan laken dari bawah punggung klien, tarik, dan ratakan setegang mungkin kemudian masukkan ke bawah kasur
18.    Pasang perlak dan sprei seperti tadi
19.    Lepaskan sarung bantal dan guling yang kotor, ratakan isinya kemudian pasang sarung yang bersih
20.    Susun bantal, lalu baringkan kembali klien dalam sikap yang nyaman
21.    Ganti selimut kotor dengan yang bersih
22.    Bereskan alat dan kembalikan ketempatnya
23.    Cuci tangan

Selasa, 06 November 2012

PERAWATAN PERINIUM


Perawatan Perineum/Vulva Hygiene
VULVA HYGIENE


A. Definisi
Membersihkan alat genetalia wanita

B. Tujuan
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Menjaga kebersihan pasien
3. Memberi rasa nyaman pada pasien

C. Persiapan
1. 2 bengkok
2. Sarung tangan
3. Kapas DTT
4. Selimut mandi
5. 2 waslap
6. Pispot dan pengguyur
7. Tissu
8. Bengkok
9. Sampiran

D. Prosedur
1. Memberitahu klien mengenai tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat
3. Memasang sampiran/menutup pintu
4. Mencuci tangan
5. Menggunakan sarung tangan
6. Mengganti selimut klien dengan selimut mandi
7. Memposisikan klien dorsal recumbent
8. Melepas celana dalam klien
9. Memasang perlak dan pengalas dibawah bokong klien
10. Meletakkan pispot dibawah bokong serta serta mempersilahkan klien buang air kecil
11. Mengguyur dengan air hangat dari vulva ke perinel
12. Angkat pispot dari bawah bokong klien
13. Dekatkan kom berisi kapas DTT dan bengkok diantara kedua kaki klien.
14. Gunakan sarung tangan
15. Tangan kiri membuka labia dan tangan kanan mengambil kapas DTT membersihkan labia mayora, labia minora, vestibulum, perineum ke anus (dari atas ke bawah).
16. Membersihkan pantat klien dengan menggunakan waslap
17. Memakaikan celana dalam
18. Mengambil perlak pengalas
19. Mengganti selimut mandi dengan selimut pasien
20. Mengembalikan posisi pasien
21. Membereskan alat
22. Melepas sarung tangan
23. Mencuci tangan
24. Mendokumentasikan


Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

PROSES BERUBAH


Proses Berubah


Objektif Perilaku Siswa :
Di akhir pembelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat :
- Menyebutkan pengertian proses berubah
- Menyebutkan macam-macam perubahan
- Menjelaskan ciri-ciri perubahan


Pendidikan kesehatan adalah suatu proses untuk menuju pada perubahan perilaku masyarakat, baik masyarakat konsumen maupun penyedia (Provider).Untuk itu perlu dibahas teori-teori perubahan perilaku.Perubahan perilaku yang dikehendaki oleh pendidikan kesehatan adalah yang didasari oleh kesadaran, Oleh karena itu diperlukan suatu proses yang disebut proses belajar.Selain itu juga dikatakan bahwa perilaku manusia khususnya perilaku kesehatan sangat dipengaruhi oleh faktor soaila, budaya, ekonomi dan sebagainya.


A. Pengertian Perubahan
adalah merupakan suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis, artinya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada.
Hal yang penting dalam perilaku kesehatan adalah masalah pembentukan dan perubahan perilaku.Karena perubahan perilaku merupakan tujuan dari pendidikan atau penyuluhan kesehatan sebagai penunjang program-program kesehatan lainnya.
Proses Perubahan perilaku menurut Lewin ( 1951 ) mengemukakan teori perubahan “ Unfreezing to refreezing” yang berlangsung dalam lima tahap berikut :
a. Fase Pencairan ( the unfreezing phase)
Individu mulai mempertimbangkan penerimaan terhadap perubahan.Dalam keadaan ini ia siap menerima perubahan sikap dasar.Motivasi dan tingkah laku.Di dalam masyarakat pada fase ini, berada pada keadaan untuk mengubah kekuatan yang mempengaruhi prose perumusan kebijaksanaan, partisipasi masyarakat, dll
b. Fase Diagnosa masalah (problem diagnosis phase) :
Individu mulai mengidentifikasi kekuatan-kekuatan, baik yang mendukung perlunya perubahan maupun menetang perubahan itu serta menganalisa kekuatan itu.
c. Fase penentuan tujuan (Goal Setting Phase) :
Apabila masalahnya telah dipahami, maka individu menentukan tujuannya sesuai dengan perubahan yang diterimanya.
d. Fase Tingkah Laku baru (new behavior phase) :
Pada fase ini individu mulai mencobanya dan membandingkan dengan praktik – praktik yang telah dilakukan dan diharapkan.
e. Fase pembekuan ulang (the refreezing phase) :
Apabila dianggap berguna, perubahan kemudian diasimilasikan menjadi pola tingkah laku yang permanen, misalnya : arti kesehatan bagi kehidupan manusia dan cara-cara pemeliharaan kesehatan.

B. MACAM – MACAM TEORI PERUBAHAN
1. Teori Stimulus Organisme ( S – O – R )
Didasarkan pada asumsi bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas rangsang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme.Artinya, kualitas dari sumber komunikasi, misalnya kredibilitas, kepemimpinan, gaya berbicara, sangat menentukan keberhasilan perubahan perilaku seseorang, kelompok atau masyarakat.
Hosland, et al ( 1953) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada hakikatnya adalah sama dengan proses belajar.
Teori ini mengatakan bahwa perilaku berubah hanya apabila stimulus ( rangsang ) yang diberikan benar – benar melebihi dari rangsang semula.Rangsang yang dapat melabihi stimulus semula ini berarti stimulus yang diberikan harus dapat meyakinkan organisme.Dalam meyakinkan organisme ini faktor reinforcement memegang peranan penting.
2. Teori Festinger ( Dissonance Theory ) ( 1957 )
Teori ini sebenarnya sama dengan konsep imbalance (tidak seimbang).
Hal ini berarti bahwa keadaan cognitive dissonance merupakan ketidak seimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali.Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti terjadi ketegangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance ( keseimbangan ).
Ketidakseimbangan terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan.Yang dimaksud elemen kognisi adalah pengetahuan, pendapat dan keyakinan.Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda/bertentangan di dalam diri individu itu sendiri maka terjadilah dissonance.
Keberhasilan yang ditunjukkan dengan tercapainya keseimbangan menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan perilaku.
3. Teori Fungsi
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung kepada kebutuhan.Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut.
Menurut Katz ( 1960 ) perilaku dilatarbelakagi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan :
1) perilaku memeiliki fungsi instrumental
Artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan.
2) Perilaku berfungsi sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya
3) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti
4) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi.
Teori fungsi ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu di dalam kehidupan manusia perilaku itu tampak terus – menerus dan berubah secara relatif.
4. Teori Kurt Lewin
Kurt Lewin ( 1970 ) berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan – kekuatan pendorong dan kekuatan – kekuatan penahan.Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi ketidakseimabangan antara kedua kekuatan tersebut di dalam diri seseorang sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri seseorang.
a. Kekuatan – kekuatan pendorong meningkat.
b. Kekuatan – kekuatan penahan menurun
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun.

C. BENTUK – BENTUK PERUBAHAN PERILAKU.
1. Perubahan Alamiah ( Natural Change )
Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah.
2. Perbahan terencana ( Planned Change )
Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Kesediaan untuk berubah ( Readdiness to Change )
Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut, dan sebagian orang lagi sangat lambat untuk menerima inovasi atau perubahan tersebut.

D. STRATEGI PERUBAHAN PERILAKU.
Beberapa strategi untuk memperoleh perubahan perilaku tersebut oleh WHO dikelompokkan menjadi tiga
1. Menggunakan kekuatan/kekuasaan atau dorongan
Misal : dengan adanya peraturan – peraturan/ perundang – undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat.
Dapat berlangsung cepat akan tetapi belum tentu berlangsung lama karena perubahan perilaku terjadi tidak atau belum didasari oleh kesadaran sendiri.
2. Pemberian informasi
Dengan memberikan informasi-informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat, cara pemeliharaan kesehatan, cara menghindari penyakit, dan sebagainya akan meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.
3. Diskusi partisipasi
Cara ini adalah sebagai peningkatan cara yang kedua di atas yang dalam memberikan informasi-informasi tentang kesehatan tidak bersifat searah saja tetapi dua arah.

TEORI BERUBAH ( MENURUT ROGER DAN SHOAMAKER )
1. Tugas pendidikan kesehatan pada tahap kesadaran (Awarness)
Menyadarkan masyarakat dengan jalan memberikan penerangan yang bersifat informatif dan edukatif.
2. Tugas pendidikan kesehatan pada tahap minat ( interest)
Masyarakat sudah mulai tertarik perhatiannya pada usaha pembaharuan.Kegiatan ditingkatkan memberikan penerangan melalui poster, radio, TV pamflet dll.
3. Tugas pendidikan kesehatan pada tahap evaluasi ( evaluation )
Pendekatam secara individu.
4. Tugas pendidikan kesehatan pada tahap percobaan (trial)
Sudah mulai mencoba tingkah laku baru. Tugas penkes lebih menyakinkan dan mengawasi agar tidak terjadi drop out.
5. Tugas pendidikan kesehatan pada tahap adopsi ( Adoption)
Masyarakat telah bertingkah laku baru, sesuai yang diharapkan.Tugas penkes adalah memelihara dan mengontrol secara terus menerus.

Sumber Pustaka:
• Uha Suliha,et al, 2002, Pendidikan Kesehatan Dalam Keperawatan, Jakarta : EGC
• Notoatmodjo, S, 2003, Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan, Jakarta : Rineka Cipta

POSISI TIDUR


Mengatur Posisi

A. POSISI FOWLER
Posisi fowler dengan sandaran memperbaiki curah jantung dan ventilasi serta membantu eliminasi urine dan usus.
1. Pengertian
Posisi fowler merupakan posisi bed dimana kepala dan dada dinaikkan setinggi 45-60 tanpa fleksi lutut.
2. Tujuan
1. Untuk membantu mengatasi masalah kesulitan pernafasan dan cardiovaskuler
2. Untuk melakukan aktivitas tertentu (makan, membaca, menonton televisi)
3. Peralatan
1. Tempat tidur
2. Bantal kecil
3. Gulungan handuk
4. Bantalan kaki
5. Sarung tangan (bila diperlukan)
4. Prosedur kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien melorot kebawah pada saat kepala dianaikkan.
3. Naikkan kepala bed 45 sampai 60 sesuai kebutuhan. (semi fowler 15-45, fowler tinggi 60)
4. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal jika ada celah disana. Bantal akan mencegah kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
5. Letakkan bantal kecil dibawah kepala klien. Bantal akan menyangnya kurva cervikal dari columna vertebra. Sebagai alternatif kepala klien dapat diletakkan diatas kasur tanpa bantal. Terlalu banyak bantal dibawah kepala akan menyebabkan fleksi kontraktur dari leher.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiper ekstensi lutut, membantu klien supaya tidak melorot ke bawah.
7. Pastikan tidak ada pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu supaya klien tidak melorot kebawah.
8. Letakkan bantal atau gulungan handuk dibawah paha klien. Bila ekstremitas bawah pasien mengalami paralisa atau tidak mampu mengontrol ekstremitas bawah, gunakan gulungan trokhanter selain tambahan bantal dibawah panggulnya. Mencegah hiperekstensi dari lutut dan oklusi arteri popliteal yang disebabkan oleh tekanan dari berat badan. Gulungan trokhanter mencegah eksternal rotasi dari pinggul.
9. Topang telapak kaki dengan menggunakan footboart. Mencegah plantar fleksi.
10. Letakkan bantal untuk menopang kedua lengan dan tangan, bila klien memiliki kelemahan pada kedua lengan tersebut. Mencegah dislokasi bahu kebawah karena tarikan gravitasi dari lengan yang tidak disangga, meningkatkan sirkulasi dengan mencegah pengumpulan darah dalam vena, menurunkan edema pada lengan dan tangan, mencegah kontraktur fleksi pergelangan tangan.
11. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
12. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
B. POSISI SIMS
1. Pengertian
Posisi sims atau disebut juga posisi semi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring pada posisi pertengahan antara posisi lateral dan posisi pronasi. Posisi ini lengan bawah ada di belakang tubuh klien, sementara lengan atas didepan tubuh klien.
2. Tujuan
1. Untuk memfasilitasi drainase dari mulut klien yang tidak sadar.
2. Mengurangi penekanan pada sakrum dan trokhanter besar pada klien yang mengalami paralisis
3. Untuk mempermudahkan pemeriksaan dan perawatan pada area perineal
4. Untuk tindakan pemberian enema
3. Peralatan
1. Tempat tidur
2. Bantal kecil
3. Gulungan handuk
4. Sarung tangan (bila diperlukan)
4. Prosedur kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi yang tepat.
3. Gulungkan klien hingga pada posisi setengah telungkup, bagian berbaring pada abdomen
4. Letakkan bantal dibawah kepala klien. Mempertahankan kelurusan yang tepat dan mencegah fleksi lateral leher.
5. Atur posisi bahu sehingga bahu dan siku fleksi
6. Letakkan bantal dibawah lengan klien yang fleksi. Bantal harus melebihi dari tangan sampai sikunya. Mencegah rotasi internal bahu.
7. Letakkan bantal dibawah tungkai yang fleksi, dengan menyangga tungkai setinggi pinggul. Mencegah rotasi interna pinggul dan adduksi tungkai. Mencegah tekanan pada lutut dan pergelangan kaki pada kasur.
8. Letakkan support device (kantung pasir) dibawah telapak kaki klien. Mempertahankan kaki pada posisi dorso fleksi. Menurunkan resiko foot-drop.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

C. POSISI TRENDELENBURG
1. Pengertian
Posisi pasien berbaring ditempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian kaki.
2. Tujuan
Posisi ini dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak.

D. POSISI DORSAL RECUMBENT
1. Pengertian
Posisi berbaring terlentang dengan kedua lutut fleksi (ditarik atau direnggangkan) di atas tempat tidur.
2. Tujuan
Posisi ini dilakukan untuk merawat dan memeriksa genetalia serta proses persalinan.

E. POSISI LITOTOMI
1. Pengertian
Posisi berbaring terlentang dengan mengangkat kedua kaki dan menariknya ke atas bagian perut.
2. Tujuan
Posisi ini dilakukan untuk memeriksa genetalia pada proses persalinan dan memasang alat kontrasepsi.

F. POSISI GENU PECTORAL
1. Pengertian
Merupakan posisi menungging dengan kedua kaki ditekuk dan dada menempel pada bagian alas tempat tidur.
2. Tujuan
Posisi ini digunakan untuk memeriksa daerah rectum dan sigmoid.

G. POSISI TERLENTANG (SUPINASI)
1. Pengertian
Posisi terlentang adalah posisi dimana klien berbaring terlentang dengan kepala dan bahu sedikit elevasi menggunakan bantal.
2. Tujuan
a. Untuk klien post operasi dengan menggunakan anastesi spinal.
b. Untuk mengatasi masalah yang timbul akibat pemberian posisi pronasi yang tidak tepat.
3. Peralatan
a. Tempat tidur
b. Bantal angin
c. Gulungan handuk
d. Footboard
e. Sarung tangan (bila diperlukan)
4. Prosedur kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar ditengah tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi yang tepat.
3. Letakkan bantal dibawah kepala, leher dan bahu klien. Mempertahankan body alignment yang benar dan mencegah kontraktur fleksi pada vertebra cervical.
4. Letakkan bantal kecil dibawah punggung pada kurva lumbal, jika ada celah disana. Bantal akan menyangga kurva lumbal dan mencegah terjadinya fleksi lumbal.
5. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan dari adanya hiperektensi lutut dan tekanan pada tumit.
6. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mempertahankan telapak kaki dorsofleksi, mengurangi resiko foot-droop.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralise pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan. Bantal tidak diberikan pada lengan atas karena dapat menyebabkan fleksi bahu.
8. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
9. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
H. Posisi Orthopneu
1. Pengertian
Posisi orthopneu merupakan adaptasi dari posisi fowler tinggi dimana klien duduk di bed atau pada tepi bed dengan meja yang menyilang diatas bed.
2. Tujuan
a. Untuk membantu mengatasi masalah pernafasan dengan memberikan ekspansi dada yang maksimal
b. Membantu klien yang mengalami masalah ekhalasi
3. Peralatan
1. Tempat tidur
2. Bantal angin
3. Gulungan handuk
4. Footboard
5. Sarung tangan (bila diperlukan)
4. Prosedur kerja
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
b. Minta klien untuk memfleksikan lutut sebelum kepala dinaikkan. Mencegah klien merosot kebawah saat kepala dinaikkan.
c. Naikkan kepala bed 90
d. Letakkan bantal kecil diatas meja yang menyilang diatas bed.
e. Letakkan bantal dibawah kaki mulai dari lutut sampai tumit. Memberikan landasan yang lebar, lembut dan fleksibel, mencegah ketidaknyamanan akibat dari adanya hiperekstensi lulut dan tekanan pada tumit.
f. Pastikan tidak ada tekanan pada area popliteal dan lulut dalam keadaan fleksi. Mencegah terjadinya kerusakan pada persyarafan dan dinding vena. Fleksi lutut membantu klien supaya tidak melorot kebawah.
g. Letakkan gulungan handuk dibawah masing-masing paha. Mencegah eksternal rotasi pada pinggul.
h. Topang telapak kaki klien dengan menggunakan footboard. Mencegah plantar fleksi.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan
I. Posisi Pronasi (telungkup)
a. Pengertian
Posisi pronasi adalah posisi dimana klien berbaring diatas abdomen dengan kepala menoleh kesamping.
b. Tujuan
1. Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut.
2. Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut.
3. Memberikan drainase pada mulut sehingga berguna bagi klien post operasi mulut atau tenggorokan.
c. Peralatan
1. Tempat tidur
2. Bantal angin
3. Gulungan handuk
4. Sarung tangan (bila diperlukan)
d. Prosedur kerja
1. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
2. Baringkan klien terlentang mendatar di tempat tidur. Menyiapkan klien untuk posisi yang tepat.
3. Gulingkan klien dengan lengan diposisikan dekat dengan tubuhnya dengan siku lurus dan tangan diatas pahanya. Posisikan tengkurap ditengah tempat tidur yang datar. Memberikan posisi pada klien sehingga kelurusan tubuh dapat dipertahankan.
4. Putar kepala klien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Bila banyak drainase dari mulut, mungkin pemberian bantal dikontra indikasikan. Menurunkan fleksi atau hiperektensi vertebra cervical.
5. Letakkan bantal kecil dibawah abdomen pada area antara diafragma (atau payudara pada wanita) dan illiac crest. Hal ini mengurangi tekanan pada payudara pada beberapa klien wanita, menurunkan hiperekstensi vertebra lumbal, dan memperbaiki pernafasan dengan menurunkan tekanan diafragma karena kasur.
6. Letakkan bantal dibawah kaki, mulai lutut sampai dengan tumit. Mengurangi plantar fleksi, memberikan fleksi lutut sehingga memberikan kenyamanan dan mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.
7. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan serta mencegah tekanan yang berlebihan pada patella.
8. Jika klien tidak sadar atau mengalami paralisa pada ekstremitas atas, maka elevasikan tangan dan lengan bawah (bukan lengan atas) dengan menggunakan bantal. Posisi ini akan mencegah terjadinya edema dan memberikan kenyamanan. Bantal tidak diletakkan dibawah lengan atas karena dapat menyebabkan terjadinya fleksi bahu.
9. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
10. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

J. POSISI LATERAL (SIDE LYING)
1. Pengertian
Posisi lateral adalah posisi dimana klien berbaring diatas salah satu sisi bagian tubuh dengan kepala menoleh kesamping.
2. Tujuan
a. Mengurangi lordosis dan meningkatkan aligment punggung yang baik
b. Baik untuk posisi tidur dan istirahat
c. Membantu menghilangkan tekanan pada sakrum dan tumit.
3. Peralatan
a. Tempat tidur
b. Bantal angin
c. Gulungan handuk
d. Sarung tangan (bila diperlukan)
4. Prosedur kerja
a. Cuci tangan dengan menggunakan sarung tangan bila diperlukan. Menurunkan transmisi mikroorganisme.
b. Baringkan klien terlentang ditengah tempat tidur. Memberikan kemudahan akses bagi klien dan menghilangkan pengubahan posisi klien tanpa melawan gaya gravitasi.
c. Gulingkan klien hingga pada posisi miring. Menyiapkan klien untuk posisi yang tepat
d. Letakkan bantal dibawah kepala dan leher klien. Mempertahankan body aligment, mencegah fleksi lateral dan ketidaknyamanan pada otot-otot leher.
e. Fleksikan bahu bawah dan posisikan ke depan sehingga tubuh tidak menopang pada bahu tersebut. Mencegah berat badan klien tertahan langsung pada sendi bahu.
f. Letakkan bantal dibawah lengan atas. Mencegah internal rotasi dan adduksi dari bahu serta penekanan pada dada.
g. Letakkan bantal dibawah paha dan kaki atas sehingga ekstremitas berfungsi secara paralel dengan permukaan bed. Mencegah internal rotasi dari paha dan adduksi kaki. Mencegah penekanan secara langsung dari kaki atas terhadap kaki bawah.
h. Letakkan bantal, guling dibelakang punggung klien untuk menstabilkan posisi. Memperlancar kesejajaran vertebra. Juga menjaga klien dari terguling ke belakang dan mencegah rotasi tulang belakang.
i. Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
j. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

MENGUKUR INTAKE DAN OUTPUT


Mengukur Intake Dan Output

A. DEFINISI
Merupakan suatu tindakan mengukur jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh (intake) dan mengukur jumlah cairan yang keluar dari tubuh (out put).
B. TUJUAN
1. Menentukan status keseimbangan cairan tubuh klien
2. Menentukan tingkat dehidrasi klien
C. PROSEDUR
1. Menentukan jumlah cairan yang masuk ke dalam tubuh klien, terdiri dari air minum, air dalam makanan, air hasil oksidasi (metabolisme), cairan intra vena.
2. Menentukan jumlah cairan yang keluar dari tubuh klien, terdiri dari urine, keringat, feses, muntah, insensible water loss (IWL).
3. Menentukan keseimbangan cairan tubuh klien dengan rumus : INTAKE – OUTPUT
4. Mendokumentasikan
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

ERAWATAN KUKU KAKI DAN TANGAN


Perawatan Kuku kaki Dan Tangan


A. DEFINISI
Menolong memotong kuku klien yang panjang karena tidak dapat melakukan sendiri.

B. TUJUAN
a. Menjaga kebersihan tangan dan kaki
b. Mencegah timbulnya luka atau infeksi
c. Mengkaji atau memonitor masalah-masalah pada kuku tangan dan kaki

C. PERSIAPAN
a. Perlak pengalas
b. Gunting kuku
c. Handuk
d. Bengkok berisi larutan klorin
e. Waskom berisi air hangat
f. Sabun
g. Sikat kuku
h. Sarung tangan
i. Kapas

D. PROSEDUR
a. Memotong kuku pada jari tangan
1. Memberitahu klien mengenai tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat
3. Mencuci tangan
4. Memakai sarung tangan
5. Memasang pengalas dibawah tangan
6. Tangan direndam dalam waskom air hangat selama 1-2 menit untuk melunakkan kuku. Bila kuku sangat kotor, disikat dengan sikat kuku dan sabun lalu dibilas dengan air hangat, dikeringkan dengan handuk
7. Tangan ditaruh diatas bengkok berisi larutan klorin 0,5% supaya kuku tidak berserakan. Memotong kuku pada jari tangan sesuai dengan lengkungan kuku. Setelah selesai gunting kuku dimasukkan ke dalam bengkok berisi larutan klorin 0,5%
8. Setelah dipotong, kuku dikikir agar merata, rapi dan halus
9. Membereskan alat
10. Melepas sarung tangan
11. Mencuci tangan
12. Mendokumentasikan
b. Memotong kuku pada jari kaki
1. Memberitahu klien mengenai tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
2. Mendekatkan alat
3. Mencuci tangan
4. Memakai sarung tangan
5. Kaki direndam dalam waskom air hangat selama 2-3 menit untuk melunakkan kuku. Bila kuku sangat kotor, disikat dengan sikat kuku dan sabun lalu dibilas dengan air hangat, dikeringkan dengan handuk
6. Memotong kuku kaku lurus lalu dibersihkan dengan sikat.
7. Setelah selesai gunting kuku dimasukkan ke dalam bengkok berisi larutan klorin 0,5%
8. Membereskan alat
9. Melepas sarung tangan
10. Mencuci tangan
11. Mendokumentasikan

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

NUTRISI


Nutrisi

Konsep dasar nutrisi adalah keseluruhan proses yang terdiri dari mengkonsumsi dan memanfaatkan makanan untuk energi, pemeliharaan, dan pertumbuhan.
A. FISIOLOGI DARI NUTRISI MELIBATKAN LIMA PROSES DALAM PENGGUNAAN OLEH TUBUH MELIPUTI :
1. Ingesti adalah proses pengambilan makanan ke dalam saluran pencernaan, umumnya melalui mulut.
2. Digesti adalah proses mekanik dan kimia untuk merubah nutrient menjadi bentuk yang mudah diabsorbsi. Proses dalam digesti adalah mengunyah, menelan dan gerakan peristaltik
3. Absorpsi adalah proses dari hasil akhir pencernaan mulai usus halus dan usus besar ke dalam darah atau sistem getah bening.
4. Metabolisme adalah konversi nutrien ke dalam energi. Basal metabolisme adalah jumlah energi yang diperlukan untuk memelihara fungsi physiologic esensial ketika seseorang dalam keadaan istirahat secara phisik dan secara mental.
5. Ekskresi adalah proses mengeluarkan hasil buangan dari tubuh
B. SISTEM YANG BERPERAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI TERDIRI DARI :
1. Mulut
Merupakan bagian awal dari saluran pencernaan yang terdiri atas dua bagian luar (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi, bibir, pipi dan bagian dalam yang terdiri atas rongga mulut.
2. Faring dan Esofagus
Merupakan bagian saluran pencernaan yang terletak dibelakang hidung, mulut dan laring. Faring langsung berhubungan dengan esofagus. Esofagus merupakan bagian yang menghantarkan makanan dari faring menuju lambung.
3. Lambung
Terdiri atas bagian atas (disebut fundus), bagian utama dan bagian bawah yang horizontal (antrum pilarik). Fungsi lambung sebagai :
a. Fungsi motoris adalah menampung makanan, memecah makanan menjadi partikel kecil dan mencampurnya dengan asam lambung.
b. Fungsi skresi dan pencernaan adalah untuk menskresi pepsin dan HCl yang akan memecah protein menjadi pepton.
4. Usus Halus
Usus halus terdiri atas tiga bagian yaitu duodenum, jejunum dan ilium. Fungsi usus halus adalah mencerna dan mengabsorbsi hime dari lambung, sebagai tempat pengabsorbsian makanan.
5. Usus Besar
Usus besar (kolon) merupakan sambungan dari usus halus yang dimulai dari katup ileokolik (ileosaekal) yang merupakan tempat lewatnya makanan. Kolon terbagi atas asenden, transversum, desenden, sigmoid dan berakhir di rektum. Fungsi utama usus besar adalah mengabsorbsi air (kurang lebih 90%), elektrolit, vitamin dan sedikit glukosa.
C. Enam sumber esensial nutrien yang diperlukan oleh tubuh yaitu
Air.
1. Merupakan bahan esensial yang paling utama. Kebutuhan sehari-hari 1,000Ml air untuk memproses 1,000 kcal makan.
a. Fungsi dari Air.
1) Bahan pelarut (memecahkan unsur untuk membentuk solusi).
2) Pengangkut (membawa bahan gizi, barang sisa, dan lain lain darrseluruh badan).
3) Pengatur temperatur badan.
4) Pelumas (membantu menyediakan pergerakan lembut untuk sambungan tulang).
5) Komponen dari semua sel.
6) Hidrolisis (memecahkan zat - zat khususnya untuk proses metabolisme).
b. Klasifikasi dan sumber air.
1) Cairan yang dikonsumsi (air, kopi, sari buah, teh, susu, minuman tanpa alkohol).
2) Makanan yang dikonsumsi (terutama buah-buahan dan sayur-mayur).
3) Metabolisme (air hasil ketika oksidasi terjadi).
c. Pencernaan, penyerapan dan penyimpanan air.
Air tidaklah dicerna. air diserap dan digunakan oleh tubuh ketika kita minum. Air tidak bisa disimpan oleh tubuh. Tubuh mengeluarkan air melalui urin, feses, keringat dan respirasi.
d. Tanda kekurangan air.
1) Kehilangan air abnormal meliputi berkeringat banyak, muntah, diarrhea, hemorrhage, drainase luka (luka bakar), demam, dan edema.
2) Dehidrasi adalah kehilangan cairan, dehidrasi yang berkelanjutan dapat mengakibatkan kematian.
2. Karbohidrat.
Sumber utama energi untuk tubuh. Terdiri dari karbon, hidrogen, dan oksigen. Merupakan sumber makanan yang utama untuk manusia. Kebutuhan sehari-hari 50% - 60% dari suatu kcal intake per hari.
a. Fungsi Karbohidrat.
1) Sumber energi yang utama untuk tubuh.
2) Protein cadangan yang digunakan untuk energi, untuk melakukan fungsi utama yaitu membangun dan memperbaiki jaringan tubuh.
3) Diperlukan untuk oxidasi lemak dan untuk sintese asam lemak dan asam amino.
b. Penggolongan
Karbohidrat dapat berbentuk kompleks atau sederhana. Bentuk sederhana terdiri gula tunggal atau gula ganda. Bentuk kompleks terdiri atas dari beberapa gula tunggal yang bersatu (tajin, serat glycogen).
c. Fungsi karbohidrat
1) Sumber energi.
2) Pemberi rasa manis pada makanan.
3) Penghemat protein.
4) Pengatur metabolisme lemak.
5) Membantu pengeluaran feses.
d. Sumber karbohidrat
1) Sumber karbohidrat adalah padi-padian atau serealia, umbi-umbian, kacang-kacangan kering, dan gula.
2) Hasil olahan karbohidrat adalah bihun, mie, roti, tepung-tepungan, selai, sirup, dan sebagainya.
3) Sebagian besar sayur dan buah tidak banyak mengandung karbohidrat.
4) Sayur umbi-umbian, seperti wortel dan bit serta sayur kacang-kacangan relatif lebih banyak mengandung karbohidrat daripada sayur daun-daunan.
5) Bahan makanan hewani seperti daging, ayam, ikan, telur, dan susu sedikit sekali mengandung karbohidrat.
6) Sumber karbohidrat yang banyak dimakan sebagai makanan pokok di Indonesia adalah beras, jagung, ubi, singkong, talas, dan sagu.
e. Pencernaan, penyerapan dan penyimpanan
1) Pencernaan dari bentuk karbohidrat yang masuk melalui mulut.
2) Pencernaan sedikit terjadi perut.
3) Pencernaan Karbohidrat lengkap terjadi di dalam usus halus.
4) Karbohidrat digunakan dengan sepenuhnya, tidak meninggalkan sisa pencernaan oleh ginjal untuk dikeluarkan.
f. Tanda kekurangan karbohidrat.
1) Kekurangan ringan dapat mengakibatkan kehilangan berat badan dan kelelahan.
2) Kekurangan berat dapat mengakibatkan ketosis
3. Lemak
Sumber energi yang dicadangkan untuk diet. Suatu bahan gizi penting, tetapi terlalu banyak bisa menimbulkan suatu resiko kesehatan. Kebutuhan sehari-hari: mestinya tidak melebihi 25% sampai dengan 30% dari suatu masukan individu per kalori per hari.
a. Fungsi dari Lemak
1) Merupakan sumber energi cadangan.
2) Membantu penyerapan vitamin yang larut dalam lemak (fat-soluble vitamins).
3) Suatu komponen selaput sel yang utama dan serabut mielin
4) Meningkatkan selera makanan dan menunda waktu pengosongan perut.
5) Melindungi dan menjaga organ/ bagian tubuh pada tempatnya.
6) Insulator tubuh, membantu pemeliharaan temperatur.
b. Sumber dari lemak.
1) Hewan (lemak babi, mentega, susu, krim, Kuning telur, dan lemak daging, unggas, dan ikan).
2) Tumbuhan (minyak jagung, minyak bunga-bungaan, kacang tanah, seperti halnya kacang-kacangan dan buah alpokat).
c. Pencernaan, penyerapan dan penyimpanan lemak
Tidak ada pemecahan kimia lemak yang terjadi di mulut dan sebagian kecil terjadi di perut. Pencernaan terjadi usus halus. Lemak yang tidak dengan segera diperlukan oleh tubuh disimpan sebagai jaringan adipose.
d. Tanda kekurangan dan kelebihan lemak
1) Kekurangan terjadi ketika lemak kurang dari 10% kcal kebutuhan sehari-hari. Kekurangan dapat mengakibatkan eksima, pertumbuhan yang diperlambat, penurunan berat badan.
2) Kelebihan konsumsi lemak dapat mendorong kearah kelebihan berat badan dan penyakit jantung
4. Protein
Zat gizi yang memiliki fungsi membangun, memperbaiki, dan memelihara jaringan tubuh. Kebutuhan sehari-hari yang ditentukan oleh luas permukaan tubuh (ukuran badan), umur, jenis kelamin, fisik dan kondisi-kondisi emosional. Rata-rata kebutuhan protein orang dewasa sehari-hari adalah 0.8 gram untuk masing-masing kilogram berat badan.
a. Fungsi Protein.
1) Untuk menyediakan asam amino yang penting bagi sintese protein tubuh, digunakan untuk membangun, memperbaiki, dan memelihara jaringan tubuh.
2) Untuk membantu mengatur keseimbangan cairan.
yang digunakan untuk antibodi.
3) Protein Plasma membantu mengendalikan keseimbangan cairan antara sistem peredaran dan sistem jaringan tubuh
4) Pada saat tubuh kekurangan cadangan karbohidrat dan lemak, protein dapat diubah menjadi glukosa dan dapat digunakan untuk energi.
b. Penggolongan dan Sumber Protein.
Protein lengkap terdiri dari sekumpulan 9 asam amino. Semua lemak hewan, kecuali gelatin, termasuk protein lengkap. Protein lengkap dari tumbuhan adalah kacang kedelai. Protein tidak sempurna mempunyai satu atau lebih asam amino penting yang hilang (protein dari tumbuhan).
c. Pencernaan, Penyerapan dan Penyimpanan Protein
Pencernaan di mulai dari perut. Kebanyakan pencernaan berlangsung di usus halus. Asam amino yang tidak digunakan untuk membangun protein dikonversi ke glukosa, glycogen, atau lemak untuk disimpan.
d. Tanda Kekurangan dan Kelebihan Protein
1) Kehilangan massa otot, edema (bengkak), kelesuan dan depresi.
2) Kelebihan dapat menyebabkan penyakit jantung, kanker kolon, osteoporosis.
5. Vitamin
Campuran organik penting yang mengatur proses dalm tubuh dan diperlukan untuk metabolisme dari lemak, protein, dan karbohidrat. Diperlukan dalam jumlah yang sangat kecil. Konsep dasar vitamin
Kebutuhan vitamin yang sangat unik untuk masing-masing individu Penggolongan dan sumber vitamin dikelompokkan menurut daya larut (larut dalam lemak atau dapat larut dalam air).
Sumbernya adalah makanan dan vitamin buatan. Pencernaan, penyerapan dan penyimpanan vitamin tidak memerlukan proses pencernaan. Vitamin yang larut dalam lemak diserap ke dalam sistem lympha; vitamin yang dapat larut dalam air diserap ke dalam sistem peredaran darah. Kelebihan vitamin yang larut dalam lemak akan disimpan di hati dan jaringan adipose. Kelebihan vitamin yang dapat larut dalam air dikeluarkan melalui urin.
Defisiensi vitamin biasanya terjadi pada pecandu minuman alkohol, kemiskinan, orangtua, klien dengan penyakit serius yang mempengaruhi selera makan, retardasi mental, anak-anak terlantar.
Vitamins yang dikonsumsi berlebihan dapat menimbulkan keracunan.
6. Mineral
Campuran tidak tersusun teratur yang membantu mengatur proses dalam tubuh sebagai bagian penyusun struktural komponen tubuh. Kebutuhan sehari-hari sejumlah kurang lebih 100 mg/hari. Fungsi Mineral unik bagi masing-masing kebutuhan mineral individu.
a. Penggolongan dan sumber mineral
Digolongkan sebagai mineral utama atau trace mineral.
Ditemukan di air dan di dalam makanan alami, seperti halnya dengan pemberian mineral tambahan.
b. Pencernaan, penyerapan dan penyimpanan mineral dipengaruhi tiga faktor :
1) Jenis makanan (mineral dari sumber hewan lebih siap diserap dibanding dari sumber makanan tumbuhan).
2) Kebutuhan tubuh (kondisi kekurangan akan mengakibatkan lebih banyak penyerapan).
3) Fungsi jaringan adiposa
c. Tanda kekurangan dan kelebihan mineral
1) Terlalu banyak masukan mineral dapat menimbulkan keracunan.
2) Kelebihan mineral dapat mengakibatkan kerontokan rambut, perubahan komposisi darah, otot, tulang, hormon, pembuluh darah, dan hampir semua jaringan tubuh.
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

METODE PEMBERIAN OKSIGEN


Metode Pemberian Oksigen

A NASAL KANUL
1. Definisi
Memberikan tambahan oksigen pada klien yang membutuhkan dengan nasal canul.
2. Tujuan
a. Untuk memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat kebutuhan oksigen minimal.
b. Untuk memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau minum.
3. Persiapan alat
a. Tabung oksigen dengan flow meter
b. Humidifier dengan cairan steril, air distilasi atau air matang sesuai dengan peraturan RS
c. Nasal canul dan selang
d. Kassa jika diperlukan
e. Plester
f. Bengkok
4. Prosedur
a. Kaji kebutuhan terapi oksigen dan periksa kembali perintah pengobatan
b. Siapkan klien dan keluarga
1). Atur posisi klien degan semi fowler jika memungkinkan
2). Jelaskan bahwa oksigen tidak berbahaya bila petunjuk keamanan diperhatikan dan akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispneu. Informasikan ke klien dan keluarga tentang petunjuk keamanan yang berhubungan dengan penggunaan oksigen.
c. Atur peralatan oksigen dan humidifier
d. Putar oksigen sesuai terapi dan pastikan alat dapat berfungsi
1). Cek oksigen dapat mengalir secara bebas melalui selang. Seharusnya tidak ada suara pada selang dan sambungan tidak bocor. Seharusnya ada gelembung udara pada humidifier saat oksigen mengalir lewat air.
2). Atur oksigen dengan flow meter sesuai dengan perintah.
e. Letakkan canul pada wajah klien, dengan lubang kanul masuk ke hidung dan elastik band melingkar ke kepala.
f. Jika canul ingin tetap berada di tempatnya, plester pada bagian wajah.
g. Alasi selang dengan kassa pada elastic band pada telinga dan tulang pipi jika dibutuhkan
h. Inspeksi peralatan secara teratur
1). Cek liter flow meter dan tinggi air
pada humidifier dalam 30 menit
2). Pertahankan tinggi air di humidifier
3). Pastikan petunjuk keamanan diikuti
i. Dokumentasikan
B MASKER WAJAH
1. Definisi
Memberikan tambahan oksigen pada klien yang membutuhkan dengan masker wajah.
2. Tujuan
Untuk memberikan tambahan oksigen dengan kadar selang konsentrasi dan kelembapan yang lebih tinggi dibandingkan dengan canul
3. Persiapan
a. Tabung oksigen dengan flow meter
b. Humidifier dengan cairan steril, air distilasi atau air matang sesuai dengan peraturan RS
c. Nasal canul dan selang
d. Kassa jika diperlukan
e. Plester
f. Bengkok
4. Prosedur
a. Kaji kebutuhan terapi oksigen dan periksa kembali perintah pengobatan
b. Siapkan klien dan keluarga
1) Atur posisi klien degan semi fowler jika memungkinkan
2) Jelaskan bahwa oksigen tidak berbahaya bila petunjuk keamanan diperhatikan dan akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispneu. Informasikan ke klien dan keluarga tentang petunjuk keamanan yang berhubungan dengan penggunaan oksigen.
c. Atur peralatan oksigen dan humidifier
d. Putar oksigen sesuai terapi dan pastikan alat dapat berfungsi
1). Cek oksigen dapat mengalir secara bebas melalui selang. Seharusnya tidak ada suara pada selang dan sambungan tidak bocor. Seharusnya ada gelembung udara pada humidifier saat oksigen mengalir lewat air.
2). Atur oksigen dengan flow meter sesuai dengan perintah.
e. Tempatkan masker ke arah wajah klien dan letakkan dari hidung ke bawah.
f. Atur masker sesuai dengan bentuk wajah. Masker harus menutupi wajah, sehingga sangat sedikit oksigen yang keluar lewat mata atau sekitar pipi atau dagu.
g. Ikatkan elastic band melingkar di kepala klien sehingga masker terasa nyaman.
h. Alasi band dibelakang telinga dan diatas tulang yang menonjol. Alas akan mencegah iritasi karena masker.
i. Inspeksi peralatan secara teratur
1). Cek liter flow meter dan tinggi air pada humidifier dalam 30 menit
2). Pertahankan tinggi air di humidifier
3). Pastikan petunjuk keamanan diikuti
j. Dokumentasikan
C TENDA WAJAH
1). Definisi
Memberikan tambahan oksigen pada klien yang membutuhkan dengan tenda wajah.
2). Tujuan
a. Untuk memberikan kelembapan tinggi
b. Untuk memberikan oksigen bila masker tidak ditoleransi
c. Untuk memberikan oksigen aliran tinggi saat dihubungkan dengan sistem venturi.
3). Persiapan
a. Tabung oksigen dengan flow meter
b. Humidifier dengan cairan steril, air distilasi atau air matang sesuai dengan peraturan RS
c. Nasal canul dan selang
d. Kassa jika diperlukan
e. Plester
f. Bengkok
4). Prosedur
a. Kaji kebutuhan terapi oksigen dan periksa kembali perintah pengobatan
b. Siapkan klien dan keluarga
1) Atur posisi klien degan semi fowler jika memungkinkan
2) Jelaskan bahwa oksigen tidak berbahaya bila petunjuk keamanan diperhatikan dan akan mengurangi ketidaknyamanan akibat dispneu. Informasikan ke klien dan keluarga tentang petunjuk keamanan yang berhubungan dengan penggunaan oksigen.
c. Atur peralatan oksigen dan humidifier
d. Putar oksigen sesuai terapi dan pastikan alat dapat berfungsi
1) Cek oksigen dapat mengalir secara bebas melalui selang. Seharusnya tidak ada suara pada selang dan sambungan tidak bocor. Seharusnya ada gelembung udara pada humidifier saat oksigen mengalir lewat air.
2) Atur oksigen dengan flow meter sesuai dengan perintah.
e. Tempatkan tenda pada wajah klien dan diikatkan meligkar pada kepala.
f. Inspeksi peralatan secara teratur
1) Cek liter flow meter dan tinggi air pada humidifier dalam 30 menit
2) Pertahankan tinggi air di humidifier
3) Pastikan petunjuk keamanan diikuti
g. Dokumentasikan
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

PEMERIKSAAN FISIK


PEMERIKSAAN FISIK



A. DEFINISI
Pemeriksaan fisik adalah salah satu tehnik pengumpul data untuk mengetahui keadaan fisik dan keadaan kesehatan.

B. HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN FISIK
1. Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan
2. Jagalah privasi pasien
3. Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
4. Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan, kegunaan, cara dan bagian yang akan diperiksa)
5. Beri instruksi spesifik yang jelas
6. Berbicaralah yang komunikatif
7. Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8. Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien

C. JENIS PEMERIKSAAN FISIK
1. Pemeriksaan Inspeksi
a. Definisi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatannya untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi, ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4) Catat hasilnya
2. Pemeriksaan Palpasi
a. Definisi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk, kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh. Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi, disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan sebentar-sebentar.
6) Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang dalamnya kurang dari 1 cm.
10) Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan dengan kedalaman 1 - 2,5 cm.
11) Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan direlaksasi dan diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh, sedangkan tangan yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk mendeteksi karakteristik organ/ jaringan.
12) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan .
13) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat
3. Pemeriksaan Perkusi
a. Definisi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/ gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada bagian mana yang akan diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman untuk menghindari ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil perkusi.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan jari tangan langsung dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
(1) Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai fleksimeter di letakkan dengan lembut di atas permukaan tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-jari lain tidak menempel pada permukaan tubuh.
(2) Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai fleksor, untuk memukul/ mengetuk persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
(3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak bergerak dan pergelangan tangan rilek.
(4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
(5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas bergema (paru normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu agak lama kualitas seperti petir (hati).
e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas datar (otot).
4. Pemeriksaan Auskultasi
a. Definisi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi yang dilakukan di dada untuk mendengar suara napas dan bila dilakukan di abdomen mendengarkan suara bising usus.
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi :
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit.
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara.
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang terdengar pada organ yang berbeda, sehingga bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk mendeteksi suara diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop yang berfungsi menghantarkan, mengumpulkan dan memilih frekuensi suara. Stetoskop terdiri dari beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang karet/plastik dan telinga. Selang karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang 30-40 cm dan bagian telinga stetoskop yang mempunyai sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk dari rongga telinga Kepala stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit pasien. Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu :
1) Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada tekanan ringan, seperti pada bunyi jantung dan vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi tinggi terdengar lebih keras karena kulit menjadi teranggang, maka cara kerjanya seperti diafragma.
2) Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
c. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala, selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah, ukuran dan lengkungannya. Stetoskop telinga
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan pemeriksa atau menggosokan pada pakaian pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dan lakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistimatis
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru
8) Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

D. POSISI PEMERIKSAAN
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal, maka posisi pemeriksaan sangat menentukan. Beberapa posisi yang umum dilakukan yaitu :
1. Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur. Digunakan untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas atas.
2. Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang dengan kepala disangga bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada depan, paru, mamae, jantung, abdomen, ektremitas dan nadi perifer
3. Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan kaki menyentuh tempat tidur
4. Posisi sims (tidur miring) , untuk pemeriksaan rectal dan vagina
5. Posisi Prone (telungkup), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung
6. Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi. Untuk pemeriksaan rectal dan vagina
7. Posisi knee chest (menungging), untuk pemeriksaan rectal
8. Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan keseimbangan.

Referensi :

Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC

Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.

Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.

Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.

JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.

JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.

Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.

Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.

Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.

Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC

MENGGOSOK GIGI



MENGGOSOK GIGI

A. DEFINISI
Membersihkan gigi dari kotoran/sisa makanan dengan menggunakan sikat gigi dan pasta gigi.
B. TUJUAN
1. Supaya mulut dan gigi tetap sehat, bersih dan tidak berbau.
2. Mencegah terjadinya infeksi, misalnya stomatitis, caries gigi dll
3. Memberikan perasaan segar pada klien
4. Mempertinggi daya tahan tubuh
C. PERSIAPAN
1. Handuk dan pengalas
2. Sikat gigi
3. Pasta gigi
4. Sedotan
5. Gelas untuk kumur yang berisi air bersih
6. Bengkok atau mangkuk besar untuk tempat kumur klien
7. Tissu
D. PROSEDUR
1. Memberitahu pasien tindakan yang akan dilakukan
2. Mencuci tangan
3. Mengatur posisi pasien (miring ke kiri atau ke kanan)
4. Membentangkan handuk dan pengalas dibawah dagu klien
5. Meletakkan bengkok dibawah dagu klien, supaya dapat menampung air bekas kumur
6. Memberikan sikat gigi pada pasien yang telah diberi pasta gigi kemudian klien diminta menggosok gigi sendiri (jika tidak mampu bisa dibantu menggosok gigi dengan gerakan naik turun)
7. Setelah itu klien disuruh kumur-kumur dan meletakkan sikat gigi ke dalam gelas yang kosong.
8. Mengeringkan bibir atau mumut klien dengan tissu
9. Mengatur posisi pasien kembali
10. Merapikan alat-alat
11. Mencuci tangan
Referensi :
Bobak, K. Jensen, 2005, Perawatan Maternitas. Jakarta. EGC
Elly, Nurrachmah, 2001, Nutrisi dalam keperawatan, CV Sagung Seto, Jakarta.
Depkes RI. 2000. Keperawatan Dasar Ruangan Jakarta.
Engenderhealt. 2000. Infection Prevention, New York.
JHPIEGO, 2003. Panduan Pengajaran Asuhan Kebidanan, Buku 5 Asuhan Bayi Baru Lahir Jakarta. Pusdiknakes.
JNPK_KR.2004. Panduan Pencegahan Infeksi Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dengan Sumber Daya Terbatas. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
Johnson, Ruth, Taylor. 2005. Buku Ajar Praktek Kebidanan. Jakarta. EGC.
Kozier, Barbara, 2000, Fundamental of Nursing : Concepts, Prosess and Practice : Sixth edition, Menlo Park, Calofornia.
Potter, 2000, Perry Guide to Basic Skill and Prosedur Dasar, Edisi III, Alih bahasa Ester Monica, Penerbit buku kedokteran EGC.
Samba, Suharyati, 2005. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta. EGC